Aliansi Gerakan Peduli Hukum (AGPH) Desak KPK Tuntaskan Kasus Korupsi Mangkrak Selasa, 31/12/2024 | 18:03
Jakarta - Aliansi Gerakan Peduli Hukum (AGPH) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelesaikan sejumlah kasus korupsi mangkrak yang merugikan negara triliunan rupiah. AGPH menilai KPK lebih fokus menangani kasus korupsi “recehan” dan kurang memiliki nyali dalam menuntaskan kasus korupsi kelas kakap.
Pada Senin, 30 Desember 2024, AGPH mendatangi kantor KPK pukul 09.00 WIB untuk melakukan konferensi pers. Christian Adrianus Sihite, SH, didampingi rekan-rekannya, Prabu Sutisna, SH, Noberianus Samosir, SH, Dias U.S.H., dan ReVa Oktavia Christian, menjelaskan tujuan kedatangan mereka.
“Kedatangan kami ke KPK untuk memasukkan laporan kasus korupsi mangkrak yang belum disentuh, bahkan tidak diselesaikan secara serius oleh KPK. KPK hanya memilih kasus korupsi ‘recehan’ yang cepat diselesaikan. Lantas, kenapa kasus-kasus korupsi besar dibiarkan begitu saja?” ujar Christian.
AGPH secara resmi mengajukan laporan yang diterima petugas pelayanan bagian register dengan nomor register :-/56/200, nomor surat: 008/Permohonan/XII/2024, jumlah dokumen 1, dan diterima pada tanggal 30 Desember 2024 pukul 10.16 WIT. Laporan tersebut diberi stempel dan tanda tangan oleh An Bunga.
AGPH berharap laporan resmi mereka dapat ditanggapi serius oleh pimpinan KPK. Mereka menginginkan agar pada tahun 2025, kasus korupsi mangkrak dapat diselesaikan secara menyeluruh tanpa pandang bulu. AGPH menyatakan dukungan penuh terhadap KPK dalam membongkar korupsi mangkrak.
Noverianus Samosir, dari AGPH, menambahkan bahwa KPK harus menuntaskan kasus korupsi mangkrak seperti:
*Dugaan korupsi Bank Century *Dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Indonesia *Dugaan suap proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu *Dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Kementerian Kesehatan *Dugaan korupsi suap pengadaan satelit monitoring Badan Keamanan Laut *Dugaan korupsi Hambalang *Dugaan korupsi Garuda Indonesia *Dugaan 150 laporan analisis PPATK dari kasus pertambangan hingga pemerintahan *Dugaan korupsi pertambangan *Dugaan gratifikasi mantan anak pejabat negara Kasus pemilik tambang Maluku Utara atas TPPU eks Gubernur Maluku Utara Dan kasus korupsi mangkrak lainnya Samosir menegaskan bahwa KPK harus mengedepankan aspek independensi dalam menangani perkara korupsi di Indonesia, bukan berdasarkan pertimbangan politik.
AGPH juga menegaskan bahwa meskipun KPK telah menerbitkan Surat Perintah Pemberhentian Penyelidikan (SP3), bukan berarti kasus tersebut dianggap selesai. Pasal 40, ayat 4, menyebutkan bahwa pimpinan KPK masih dapat membatalkan SP3 dengan alat bukti baru dan putusan pengadilan. Artinya, KPK tidak boleh berdiam diri dan harus terus melakukan investigasi atau mencari informasi dan alat bukti baru karena SP3 bersifat sementara, bukan putusan final atau inkrah.
AGPH berharap dengan adanya desakan ini, KPK dapat meningkatkan kinerja dalam pemberantasan korupsi dan menuntaskan kasus-kasus mangkrak yang telah lama menjadi sorotan publik.